Awal Mula: Ketika Ambisi Modernisasi Berujung Bencana
Pada abad ke-19, Kesultanan Turki Utsmani mulai melakukan berbagai reformasi lewat program Tanzimat. Ide besarnya: memodernisasi birokrasi dan militer agar sejajar dengan Barat. Namun, sayangnya, program ambisius ini membutuhkan biaya sangat besar. Pemerintah mulai meminjam dana dari Eropa secara besar-besaran, yang pada akhirnya justru membawa Turki Utsmani ke jurang krisis utang.
Pada 1875, utang luar negeri sudah mencapai 200 juta lira, dan naik menjadi 252 juta lira saat Sultan Abdul Hamid II naik tahta pada 1876. Angka ini sangat membebani keuangan negara. Ditambah lagi, sultan-sultan sebelumnya gemar membangun istana megah seperti Dolmabahce dan Beylerbeyi, menambah beban utang.
OPDA: Ketika Eropa Mengatur Keuangan Turki
Tahun 1881 menjadi titik balik ketika Sultan Abdul Hamid II harus menyetujui Dekrit Muharrem, yang melahirkan lembaga OPDA (Ottoman Public Debt Administration). OPDA bukan lembaga biasa: ia dikendalikan langsung oleh kreditor asing. Tugasnya? Mengelola pemasukan tertentu dari negara untuk membayar utang luar negeri.
Eropa pun mulai mencengkeram keuangan Turki. OPDA mengontrol pemasukan dari pajak garam, tembakau, bahkan hasil laut. Hasilnya? Pemerintah kehilangan otonomi finansial. Bahkan, untuk mengatur kebijakan dalam negeri pun harus bernegosiasi dengan pihak asing.
Dana Utang untuk Proyek Umat: Rel Kereta Api Hijaz
Meski berada dalam krisis, Sultan Abdul Hamid II tetap meluncurkan proyek monumental: Rel Kereta Api Hijaz. Jalur ini menghubungkan Damaskus ke Madinah dan bertujuan memudahkan jamaah haji dan pergerakan militer. Dana proyek ini pun sebagian berasal dari dana OPDA. Total biayanya mencapai 4,2 juta lira, dan selesai hingga Madinah pada 1908, setahun sebelum Sultan Abdul Hamid digulingkan.
Cengkeraman OPDA di Sektor Ekonomi
OPDA juga aktif membangun ekonomi lewat:
- Institut Sutra Bursa, yang meningkatkan produksi dan ekspor sutra;
- Kampanye konsumsi garam, yang membuat ekspor garam meningkat 6 kali lipat;
- Monopoli tembakau, yang menjadi andalan pemasukan karena tembakau Turki mulai digemari Eropa.
Namun, semua ini dikendalikan kreditor. Rakyat hanya mendapat sedikit manfaat. Banyak kebijakan diarahkan untuk keuntungan investor asing, bukan rakyat Utsmani.
Dampak Utang: Kedaulatan Tergerus, Legitimasi Runtuh
Ada tiga dampak utama dari krisis utang ini:
- Krisis Keuangan Nasional
Negara tak mampu membayar utang tanpa pinjaman baru. Ketergantungan ini membuat pemerintah seperti tercekik. Rakyat pun mulai kehilangan kepercayaan pada sultan. - Intervensi Asing
Dengan dalih “menjaga stabilitas”, negara-negara Eropa ikut campur dalam urusan internal Turki. Bahkan, mereka mempengaruhi kebijakan ekonomi, pendidikan, dan sosial. - Krisis Legitimasi Sultan Abdul Hamid II
Ketika Sultan Abdul Hamid II menolak tawaran Theodore Herzl—pemimpin Zionis—yang ingin membeli Palestina, ia dianggap sebagai penghalang oleh banyak kekuatan asing dan kelompok sekuler dalam negeri. Keputusan-keputusan berani semacam itu justru memperkuat gerakan Turki Muda, yang akhirnya menggulingkannya pada 1909.
Kesimpulan: Utang Bisa Menjadi Senjata Penakluk
Kisah ini menunjukkan betapa utang luar negeri bukan sekadar urusan ekonomi, melainkan bisa menjadi senjata politik. Dalam kasus Turki Utsmani, utang menjadi jalan masuk bagi kekuatan asing untuk mengontrol kebijakan dalam negeri. Meskipun Sultan Abdul Hamid II melakukan berbagai upaya untuk menyelamatkan negaranya, tekanan eksternal dan pengkhianatan internal membuatnya gagal.
Kejatuhan Turki Utsmani tak hanya karena perang, tetapi karena ketergantungan finansial dan hilangnya kedaulatan—pelajaran yang masih relevan hingga hari ini.
Daftar Pustaka
Abdioğlu, Hasan. (2018). The Ottoman Public Debt Administration (OPDA) in Debt Process
of Ottoman Empire”.
Clay, C. (1993). The Bank Notes of the Imperial Ottoman Bank, 1863-1876. New Perspectives
on Turkey, 9, 101–118.
Edhem, E. (1998). The Imperial Ottoman Bank: Actor or Instrument of Ottoman
Modernization? Structure.
Rohmadi Wahyu Jatmiko, NIM.: 13120014. “Konflik Sultan Abdul Hamid Ii Dengan Yahudi
(Studi Historis Sengketa Tanah Palestina Tahun 1896-1909 M),” 2020, 82.
baca artikel menarik lainnya: Tahun Persatuan (Amul Jama’ah) dan Awal Pemerintahan Bani Umayyah