Home / Tokoh / Tenka Fubu: Ambisi Oda Nobunaga untuk Menguasai Seluruh Jepang di Bawah Pedang

Tenka Fubu: Ambisi Oda Nobunaga untuk Menguasai Seluruh Jepang di Bawah Pedang

“Manusia hidup hanya 50 tahun, seluruh surga dan bumi hanyalah mimpi dan ilusi. Kematian adalah hal yang pasti.” Kalimat tersebut merupakan penggalan dari puisi Atsumori, puisi favorit dari Oda Nobunaga, salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah Jepang.

Jepang pada abad ke-15 adalah negara feodal yang diperintah oleh dua posisi kuat, Kaisar sebagai kepala negara seremonial dan Shogun (diktator militer) yang ditunjuk oleh kaisar sebagai panglima utama yang bertanggung jawab atas tentara. Namun, pada praktiknya, shogun-lah yang menjalankan Jepang. Gelar shogun bersifat turun-temurun, dan semua kekuatan sebenarnya ada di tangan shogun dan keshogunannya (bakufu), yang merupakan pemimpin de facto negara.

Periode Negara-Negara Berperang (Sengoku Jidai) adalah periode brutal dalam sejarah Jepang, perang saudara yang berlangsung selama hampir seratus lima puluh tahun. Perang dimulai pada tahun 1467 setelah kontroversi mengenai siapa yang harus menggantikan shogun Jepang saat itu. Setelah perang, semua gubernur (shugo) yang memerintah banyak provinsi di Jepang menjadi tidak berdaya, karena mereka bergantung pada dukungan keshogunan untuk tetap berkuasa. Tanpa kekuatan di belakang shogun, ini akan menandai akhir era feodal di Jepang yang mengakibatkan perebutan kekuasaan besar-besaran antara semua panglima perang di Jepang untuk melihat siapa yang akan muncul sebagai pemenang pada akhirnya dan mendominasi seluruh Jepang sebagai shogun baru.

Oda Nobunaga (1534-1582) adalah salah satu tokoh paling penting dalam sejarah Jepang dan orang pertama dari tiga pemersatu besar Jepang. Ambisinya yang tak terbatas, kebrutalannya yang legendaris, dan visinya yang jauh ke depan telah mengukir namanya dalam sejarah sebagai “Raja Iblis dari Surga Keenam”. Namun, di balik julukan yang menakutkan itu, terdapat seorang negarawan dan ahli strategi militer yang brilian, yang tindakannya meletakkan dasar bagi reunifikasi Jepang setelah berabad-abad perang saudara. Semboyan Nobunaga, Tenka Fubu (天下布武), yang berarti “kerajaan di bawah pedang,” merangkum ambisinya yang tak kenal lelah untuk menaklukkan dan menyatukan Jepang di bawah kekuasaannya.

Masa Muda dan Kebangkitan Sang “Orang Bodoh dari Owari”

Lahir pada 23 Juni 1534, di Provinsi Owari, Oda Nobunaga adalah putra kedua dari Oda Nobuhide, seorang bangsawan kecil. Sejak usia dini, Nobunaga menunjukkan perilaku eksentrik yang membuatnya dijuluki “Orang Bodoh dari Owari”. Namun, di balik penampilan luarnya yang aneh, tersembunyi pikiran yang tajam dan ambisi yang membara. Setelah kematian ayahnya pada tahun 1551, Nobunaga, yang saat itu baru berusia 17 tahun, mewarisi klan Oda yang terpecah belah dan dikelilingi oleh musuh-musuh yang kuat.

Masa-masa awal pemerintahannya penuh dengan tantangan. Ia harus menghadapi pengkhianatan dari dalam klannya sendiri, termasuk dari adiknya, Nobuyuki, yang bersekongkol untuk merebut kekuasaan. Dengan kejam, Nobunaga menyingkirkan semua saingannya, mengonsolidasikan kekuasaannya di Owari, dan mempersiapkan panggung untuk penaklukan yang lebih besar.

Lukisan Oda Nobunaga oleh Kano Soshu. (Toyota, Aichi, Japan)

Tenka Fubu: Penaklukan di Bawah Pedang

Momen menentukan dalam karier Nobunaga datang pada tahun 1560 dalam Pertempuran Okehazama. Dengan pasukan yang jauh lebih kecil, sekitar 2.000-3.000 prajurit, ia melancarkan serangan kejutan terhadap pasukan Imagawa Yoshimoto yang berkekuatan 25.000 orang. Kemenangan yang menakjubkan ini tidak hanya mengamankan posisinya tetapi juga mengirimkan pesan yang jelas ke seluruh Jepang: Oda Nobunaga adalah kekuatan yang harus diperhitungkan.

Dari Okehazama, Nobunaga memulai kampanye penaklukan yang tak kenal lelah. Ia menaklukkan Provinsi Mino pada tahun 1567, mengganti nama ibu kotanya menjadi Gifu, dan secara resmi mengadopsi semboyan Tenka Fubu. Ia kemudian berbaris ke Kyoto pada tahun 1568, memasang Ashikaga Yoshiaki sebagai shogun boneka, dan secara efektif mengendalikan pemerintahan pusat.

Penaklukan Nobunaga ditandai dengan kebrutalan yang tak pandang bulu. Ia tidak ragu-ragu untuk membantai ribuan orang, termasuk wanita dan anak-anak, untuk mencapai tujuannya. Pengepungan Gunung Hiei pada tahun 1571 adalah salah satu contoh paling terkenal dari kekejamannya. Di sana, ia memerintahkan pasukannya untuk membantai para biksu prajurit dan semua orang yang berlindung di kuil-kuil di gunung itu. Tindakan ini, meskipun efektif secara militer, memberinya julukan “Raja Iblis”.

Reformasi dan Inovasi

Di balik citranya yang brutal, Nobunaga adalah seorang reformis dan inovator yang brilian. Ia merevolusi peperangan Jepang dengan secara ekstensif menggunakan senjata api (arquebus), yang ia peroleh dari para pedagang Portugis. Pasukan ashigaru (prajurit infanteri petani) yang ia persenjatai dengan senapan ini menjadi kekuatan yang tak tertandingi di medan perang.

Di bidang ekonomi, Nobunaga menghapuskan monopoli serikat dagang dan mempromosikan perdagangan bebas, yang merangsang pertumbuhan ekonomi dan memperkuat basis kekuasaannya. Ia juga menerapkan survei tanah yang sistematis dan kebijakan perpajakan yang seragam, yang meningkatkan pendapatan pemerintah dan memperkuat kontrol pusat.

Pengkhianatan di Honnō-ji dan Warisan Abadi

Pada puncak kekuasaannya, ketika ia hampir berhasil menyatukan seluruh Jepang, Nobunaga dikhianati oleh salah satu jenderalnya yang paling tepercaya, Akechi Mitsuhide. Pada tanggal 21 Juni 1582, di Kuil Honnō di Kyoto, Mitsuhide menyerang Nobunaga, yang tidak siap dan hanya ditemani oleh segelintir pengawal. Terperangkap dalam kuil yang terbakar, Nobunaga melakukan seppuku (bunuh diri ritual) untuk menghindari penangkapan.

Kematian Oda Nobunaga yang tiba-tiba mengakhiri ambisinya, tetapi warisannya tetap hidup. Tindakan-tindakannya telah menghancurkan kekuatan para daimyo yang saling bertikai dan meletakkan dasar yang kokoh bagi penyatuan Jepang. Dua dari jenderalnya yang paling cakap, Toyotomi Hideyoshi dan Tokugawa Ieyasu, akan melanjutkan pekerjaannya dan akhirnya berhasil menyatukan Jepang di bawah satu pemerintahan.

Oda Nobunaga tetap menjadi tokoh yang kontroversial dalam sejarah Jepang. Ia adalah seorang tiran yang kejam dan seorang visioner yang brilian, seorang perusak dan seorang pembangun. Namun, tidak dapat disangkal bahwa ambisinya yang tak terbatas dan tekadnya yang tak tergoyahkan untuk mewujudkan Tenka Fubu telah mengubah jalannya sejarah Jepang selamanya.

Oda Nobunaga dalam Budaya Populer

Popularitas Oda Nobunaga tidak lekang oleh waktu, bahkan hingga saat ini, Nobunaga masih sering muncul dalam berbagai bentuk budaya populer, terutama dalam video game. Beberapa game populer yang menampilkan Oda Nobunaga antara lain:

  • Samurai Warriors (Sengoku Musou): Dalam seri game aksi populer dari Koei Tecmo ini, Nobunaga digambarkan sebagai “Raja Iblis” yang karismatik dan ambisius. Ia adalah salah satu karakter utama dan sering kali menjadi tokoh sentral dalam cerita.
  • Nobunaga’s Ambition (Nobunaga no Yabō): Game strategi besar dari Koei Tecmo ini menempatkan pemain dalam posisi Oda Nobunaga sendiri (atau daimyo lainnya dari periode Sengoku) dengan tujuan untuk menyatukan Jepang. Game ini dikenal karena kedalaman strategisnya dan akurasi historisnya.
  • Onimusha: Dalam seri game aksi-petualangan dari Capcom ini, Nobunaga digambarkan sebagai antagonis utama yang telah dibangkitkan kembali sebagai raja iblis.
  • Kessen III: Game strategi waktu nyata dari Koei ini berfokus pada kampanye militer Oda Nobunaga dan menampilkan penggambaran yang lebih heroik tentang dirinya.
  • Sengoku Basara: Seri game aksi dari Capcom ini menampilkan versi yang sangat bergaya dan berlebihan dari periode Sengoku, dengan Nobunaga sebagai “Raja Iblis dari Surga Keenam” yang sangat kuat.
Oda Nobunaga dalam game Samurai Warriors 5

Dalam game-game ini, Nobunaga sering kali digambarkan sebagai karakter yang kompleks, dengan perpaduan antara kekejaman, ambisi, dan visi. Penggambarannya yang beragam ini mencerminkan sifatnya yang kontroversial dalam sejarah dan terus membuatnya menjadi tokoh yang menarik bagi para pemain di seluruh dunia.

Bibliografi

Chaplin, Danny. Sengoku Jidai: Nobunaga, Hideyoshi, and Ieyasu: Three Unifiers of Japan. CreateSpace Independent Publishing Platform, 2018.

Okanoya, Shigezane. Shogun and Samurai: Tales of Nobunaga, Hideyoshi, and Ieyasu. Diterjemahkan oleh Andrew dan Yoshiko Dykstra.

Sigurþórsson, Gunnar Rúnar. “Oda Nobunaga: The Ruthless Warlord.” Tesis BA, Universitas Islandia, 2021.

Turnbull, Stephen R. The Book of the Samurai: The Warrior Class of Japan. Gallery Books, 1982.

Baca artikel menarik lainnya: Revolusi Abbasiyah: Ketika Kaum Mawali Menggantikan Aristokrasi Arab di Panggung Kekuasaan

Loading

Tagged: