Pada musim gugur tahun 732 M, di hutan-hutan yang memisahkan Poitiers dan Tours, Prancis, sebuah pertempuran terjadi yang akan membentuk jalannya sejarah Eropa Barat selama berabad-abad. Pertempuran Tours, atau sering juga disebut Pertempuran Poitiers, menyaksikan pasukan Frank yang dipimpin oleh Charles Martel menghadapi invasi pasukan Kekhalifahan Umayyah yang dipimpin oleh Abdurrahman al-Ghafiqi. Meskipun detailnya masih menjadi perdebatan di kalangan sejarawan, kekalahan Muslim dan gugurnya Abdurrahman al-Ghafiqi seringkali digambarkan sebagai titik balik krusial yang menghentikan ekspansi Islam lebih jauh ke Eropa Barat dan menjadi pemicu penting bagi gerakan Reconquista.
Latar Belakang Ekspansi Umayyah di Semenanjung Iberia
Setelah kematian Nabi Muhammad pada tahun 632 M, Kekhalifahan Islam berkembang pesat, menyebarkan pengaruhnya dari Jazirah Arab hingga ke Afrika Utara. Pada tahun 711 M, pasukan Muslim Umayyah yang dipimpin oleh Tariq ibn Ziyad melintasi Selat Gibraltar dan memulai penaklukan Semenanjung Iberia (Spanyol dan Portugal). Penaklukan ini, yang berlangsung cepat, berhasil menggulingkan Kerajaan Visigoth yang saat itu berkuasa di Hispania. Dalam waktu kurang dari satu dekade, sebagian besar Semenanjung Iberia berada di bawah kendali Muslim, yang kemudian dikenal sebagai Andalusia.
Dari Andalusia, pasukan Muslim mulai melakukan serangkaian serangan ke wilayah Frank di Aquitaine, yang terletak di selatan Gaul (Prancis). Pada awalnya, serangan ini seringkali berupa penjarahan, tetapi ambisi untuk memperluas wilayah kekuasaan semakin meningkat. Duke Eudo dari Aquitaine, penguasa lokal yang semi-independen dari kekuasaan Frank, awalnya berhasil menahan beberapa serangan Muslim. Namun, kekuatan militernya tidak sebanding dengan kekuatan Umayyah yang terus berdatangan dari Iberia.
Abdurrahman Al-Ghafiqi: Sang Panglima
Abdurrahman Al-Ghafiqi adalah seorang gubernur Andalusia yang cakap dan ambisius. Ia telah mengkonsolidasikan kekuasaan Umayyah di Iberia dan memiliki visi untuk memperluas kekhalifahan ke utara. Pada tahun 732 M, ia memimpin pasukan besar yang terdiri dari kavaleri ringan Arab dan Berber, serta infanteri yang terbukti tangguh dalam berbagai kampanye sebelumnya. Tujuan utama Abdurrahman adalah menjarah kekayaan biara St. Martin di Tours, sebuah situs keagamaan penting bagi umat Kristen Frank, dan mungkin juga menaklukkan wilayah Frank yang lebih luas.
Pasukan Abdurrahman bergerak cepat melintasi Pyrenees, menghancurkan Bordeaux, dan mengalahkan pasukan Duke Eudo dalam pertempuran di dekat Sungai Garonne. Kehancuran Bordeaux dan kemajuan tanpa hambatan pasukan Muslim menimbulkan kekhawatiran besar di kalangan kerajaan Frank. Duke Eudo, yang sebelumnya berselisih dengan Charles Martel, terpaksa mencari bantuan darinya.
Charles Martel: “Palu” dari Bangsa Frank
Charles Martel, yang berarti “Charles sang Palu”, adalah Mayor Istana Kerajaan Frank di bawah dinasti Merovingian. Meskipun bukan raja secara resmi, ia adalah penguasa de facto yang paling berkuasa di antara bangsa Frank. Charles telah bekerja keras untuk menyatukan dan memperkuat kerajaan Frank, seringkali melalui kampanye militer yang keras terhadap suku-suku pagan dan bangsawan yang memberontak. Ia terkenal karena disiplin militernya dan pasukannya yang tangguh.
Ketika mendengar berita tentang invasi Muslim dan kekalahan Eudo, Charles Martel dengan cepat mengumpulkan pasukannya. Ia memilih lokasi pertempuran dengan cermat, di antara Tours dan Poitiers, sebuah wilayah yang memberinya keuntungan taktis. Pasukannya, yang sebagian besar terdiri dari infanteri berat Frank, mampu membentuk formasi pertahanan yang padat, sangat kontras dengan kavaleri ringan Muslim yang lebih mengandalkan kecepatan dan mobilitas.
Jalannya Pertempuran
Sumber-sumber primer tentang Pertempuran Tours bervariasi dalam detailnya, mencerminkan sudut pandang penulisnya. Kronik-kronik Kristen, seperti Continuations of the Chronicle of Fredegar dan Chronicle of St. Denis, cenderung melebih-lebihkan jumlah korban Muslim dan menggambarkan kemenangan Frank sebagai mukjizat ilahi. Sementara itu, sumber-sumber Arab, seperti Ibn Abd al-Hakam, memberikan detail yang lebih singkat tetapi tetap mengakui kekalahan dan syahidnya Abdurrahman al-Ghafiqi.
Menurut sebagian besar catatan, pertempuran tidak terjadi dalam satu hari, melainkan berlangsung selama beberapa hari, mungkin hingga tujuh hari, sebagai serangkaian bentrokan dan manuver. Pasukan Muslim, yang sebagian besar terdiri dari kavaleri, berulang kali menyerang formasi infanteri Frank yang padat dan disiplin. Namun, infanteri Frank yang bersenjata perisai dan kapak berhasil menahan gelombang serangan kavaleri Muslim, menciptakan “tembok” yang tidak dapat ditembus.
Puncaknya terjadi ketika pasukan Muslim berusaha menembus formasi Frank untuk merebut harta rampasan. Pada saat-saat kritis inilah Abdurrahman al-Ghafiqi gugur dalam pertempuran. Kematian komandan tertinggi Muslim menyebabkan kekacauan dan demoralisasi yang parah di antara pasukannya. Pada malam hari, pasukan Muslim secara diam-diam mundur dari medan perang, meninggalkan banyak harta rampasan dan mengakhiri ancaman invasi mereka.
Chronicle of St. Denis mencatat: “Kaum Muslim berencana pergi ke Tours untuk menghancurkan Gereja St. Martin, kota, dan seluruh negara. Kemudian datanglah Pangeran Charles yang mulia, kepala seluruh pasukannya. Dia menyusun pasukannya, dan dia bertempur sekuat serigala lapar menyerang rusa. Dengan rahmat Tuhan Kita, dia melakukan pembantaian besar-besaran terhadap musuh-musuh iman Kristen, sehingga seperti yang dibuktikan sejarah dia membunuh dalam pertempuran itu 300.000 orang, demikian juga raja mereka yang bernama Abderrahman. Kemudian dia (Charles) pertama kali disebut ‘Martel,’ karena seperti palu besi, baja, dan setiap logam lainnya, demikian juga dia menabrak dan memukul dalam pertempuran semua musuhnya.”
Sementara itu, Ibn Abd al-Hakam menyatakan singkat: “Kemudian dia (Abdurrahman Al-Ghafiqi) berangkat untuk mereka dalam serangan lain dan dia menjadi syahid dengan rombongannya.”

Syahidnya Abdurrahman Al-Ghafiqi dan Dampaknya
Gugurnya Abdurrahman al-Ghafiqi adalah faktor kunci dalam kekalahan Muslim di Tours. Sebagai seorang pemimpin yang karismatik dan kompeten, kematiannya mengganggu rantai komando dan moral pasukannya. Meskipun pasukan Umayyah masih memiliki potensi untuk melanjutkan pertempuran, tanpa kepemimpinan yang kuat, mereka memilih untuk mundur ke Andalusia.
Kekalahan di Tours memiliki dampak yang sangat signifikan bagi Eropa Barat:
- Menghentikan Ekspansi Islam ke Eropa Barat: Pertempuran Tours secara luas diakui sebagai titik batas terjauh ekspansi Kekhalifahan Umayyah ke Eropa Barat. Meskipun pasukan Muslim masih melakukan beberapa serangan kecil di kemudian hari, mereka tidak pernah lagi melancarkan invasi besar-besaran ke wilayah Frank dengan tujuan penaklukan yang luas. Ini memberikan waktu bagi kerajaan-kerajaan Kristen untuk memperkuat pertahanan mereka dan mengembangkan identitas Eropa yang berbeda dari dunia Islam.
- Titik Balik bagi Reconquista: Meskipun Reconquista (penaklukan kembali Semenanjung Iberia oleh kekuatan Kristen) baru dimulai beberapa abad kemudian, Pertempuran Tours seringkali dianggap sebagai pemicu awal atau simbolis dari gerakan ini. Kekalahan Umayyah menunjukkan bahwa kekuatan Muslim tidak tak terkalahkan dan menanamkan benih harapan bagi penaklukan kembali wilayah yang hilang.
- Konsolidasi Kekuasaan Frank di Bawah Martel: Kemenangan Charles Martel di Tours meningkatkan prestise dan legitimasinya secara drastis. Ia diakui sebagai penyelamat Kristen Eropa dan kekuasaannya sebagai Mayor Istana semakin kokoh. Kemenangan ini juga membuka jalan bagi dinasti Carolingian, yang didirikan oleh putranya, Pippin the Short, dan cucunya, Charlemagne, yang akan membangun kekaisaran yang kuat di Eropa Barat.
- Perlindungan Kebudayaan Kristen Eropa: Dengan dihentikannya ekspansi Muslim, institusi-institusi Kristen dan kebudayaan Eropa yang berkembang di Barat dapat terus tumbuh tanpa ancaman dominasi Islam langsung.
Kontroversi dan Interpretasi Modern
Meskipun Pertempuran Tours diakui secara luas, detail dan interpretasinya masih menjadi subjek perdebatan di kalangan sejarawan modern. Mereka menekankan bahwa ekspansi Muslim ke Eropa Barat mungkin sudah mencapai batas alami karena masalah logistik dan geografis, terlepas dari hasil pertempuran. Namun, bahkan jika motivasi utama Muslim adalah penjarahan, kekalahan di Tours tetap merupakan pukulan besar bagi moral dan ambisi Umayyah di wilayah itu. Ini membuktikan bahwa ada batas bagi ekspansi mereka dan memberikan kepercayaan diri yang sangat dibutuhkan bagi kerajaan-kerajaan Kristen yang masih tersisa. Pertempuran ini, terlepas dari ukuran pastinya, tetap menjadi simbol perjuangan dan kemenangan bagi Eropa Kristen melawan invasi dari luar.
Kesimpulan
Pertempuran Tours pada tahun 732 M adalah momen penting dalam sejarah yang menandai kekalahan signifikan pasukan Umayyah di Eropa Barat dan syahidnya panglima mereka, Abdurrahman al-Ghafiqi. Meskipun dampaknya sering diperdebatkan dan diinterpretasikan ulang oleh sejarawan, tidak dapat disangkal bahwa pertempuran ini memainkan peran krusial dalam membentuk batas-batas geografis dan budaya Eropa. Kemenangan Charles Martel di Tours menghentikan gelombang ekspansi Islam ke utara, mengkonsolidasikan kekuatan Frank, dan secara simbolis menjadi titik balik awal bagi Reconquista yang akan berlangsung selama berabad-abad. Pertempuran ini adalah pengingat abadi tentang bagaimana satu peristiwa tunggal dapat memiliki konsekuensi yang jauh melampaui medan perang, membentuk takdir benua dan peradaban.
Bibliografi
Aitchison, Paul. “The Battle of Tours Reconsidered.” Montview Journal of Research & Scholarship 9 (2022): Article 4.
Fouracre, Paul. The Age of Charles Martel. Pearson Education, 2000.
Halsall, Guy. Warfare and Society in the Barbarian West 450-900. London: Routledge, 2003.
Hawting, Gerald R. The First Dynasty of Islam: The Umayyad Caliphate AD 661-750. Second ed. London and New York: Routledge, 2000.
Ibn Abd al-Hakam. The Conquest of Egypt and North Africa and Andalusia. Translated by Daniel König. In Arabic-Islamic Views of the Latin West: Tracing the Emergence of Medieval Europe. Oxford, 2015.
Lewis, David. God’s Crucible: Islam and the Making of Europe, 570-1215. W.W. and Norton Company, 2008.
Nicolle, David. Poitiers AD 732: Charles Martel Turns the Islamic Tide. Oxford: Osprey Publ, 2008.
Palmer, James T. “The Making of a World Historical Moment: The Battle of Tours (732/3) in the Nineteenth Century.” Postmedieval 10, no. 2 (Juni 2019): 206-18.
The Battle of Tours: Primary Docs. Dokumen primer yang mencakup kutipan dari Chronicle of St. Denis dan sumber lainnya.
Baca artikel menarik lainnya: Melintasi Alpen dengan Gajah Perang: Kisah Epik Hannibal Barca Menantang Roma