Home / Tokoh / Ekspansi Muslim ke Spanyol Tahun 711: Peran Julian dari Ceuta dalam Kejatuhan Kerajaan Visigoth

Ekspansi Muslim ke Spanyol Tahun 711: Peran Julian dari Ceuta dalam Kejatuhan Kerajaan Visigoth

Konflik antara pasukan bani Umayyah dan bangsa Visigoth pada Pertempuran Guadalete pada 711 M.

Ekspansi Muslim ke Semenanjung Iberia pada tahun 711 Masehi merupakan salah satu peristiwa paling transformatif dalam sejarah Eropa dan dunia Islam. Peristiwa ini tidak hanya menandai berakhirnya kekuasaan Visigoth di wilayah Hispania, tetapi juga mengantarkan periode pemerintahan Muslim baru yang dikenal sebagai Andalusia, sebuah era yang akan membentuk lanskap budaya, ilmiah, dan politik di wilayah tersebut selama berabad-abad. Keberhasilan invasi yang maju dari kekuatan militer Kekhalifahan Umayyah ditambah banyaknya faktor permasalahan internal Kerajaan Visigoth, disertai dengan peran krusial seorang tokoh misterius bernama Count Julian dari Ceuta, menjadi penentu utama.

Pra-Ekspansi dan Kebangkitan Kekhalifahan Umayyah

Pada awal abad ke-8 Masehi, Semenanjung Iberia dikuasai oleh Visigoth, sebuah Kerajaan Kristen yang telah menguasai sebagian besar wilayah tersebut setelah mundurnya kekuasaan Romawi dan Bizantium. Meskipun Kerajaan Visigoth telah berdiri selama beberapa abad, keberadaannya diwarnai oleh ketidakstabilan politik, perselisihan, dan rivalitas bangsawan yang melemahkan pemerintahan pusat. Raja Witiza, yang berkuasa sekitar tahun 694–710 M, meninggal tanpa meninggalkan pewaris yang jelas, memicu krisis dan memperburuk perpecahan di antara penguasa. Masyarakat Visigoth juga menghadapi masalah sosial, termasuk penindasan terhadap kaum Yahudi dan sistem pajak yang memberatkan petani. Pada saat yang sama, di seberang Selat Gibraltar, Kekhalifahan Umayyah telah mengalami ekspansi pesat, menguasai sebagian besar Timur Tengah dan Afrika Utara. Pada tahun 661 M, Umayyah menjadikan Damaskus sebagai ibu kota mereka, memerintah kekaisaran yang luas dari Persia hingga Atlantik.

Gubernur Umayyah di Ifriqiya (Afrika Utara), Musa ibn Nushair, berhasil menyatukan suku-suku Berber yang baru saja masuk Islam ke dalam pasukan militernya. Wilayah Maghrib (saat ini Maroko) menjadi perbatasan antara kekuasaan Muslim dan sisa-sisa kendali Visigoth, yang pada akhirnya wilayah kekuasaan Visigoth satu per satu jatuh ke tangan Muslim, menyisakan hanya Ceuta yang masih di bawah kendali mereka. Serangan Muslim sebelumnya telah menguji pertahanan Visigoth di pantai selatan Iberia, mengumpulkan intelijen dan mencari harta rampasan, yang menunjukkan bahwa Semenanjung Iberia bukan wilayah yang asing bagi Muslim dan mereka telah menyadari kelemahan serta potensi kekayaan di sana. Kondisi internal Visigoth yang rapuh, ditandai oleh perselisihan suksesi dan faksionalisme bangsawan. Perpecahan ini merupakan faktor penentu yang memungkinkan invasi Muslim yang cepat dan sukses. Pada dasaranya Kerajaan Visigoth memiliki kekuatan militer, namun terpecah belah dan tidak bersatu. Kejatuhan sebuah kerajaan seringkali bukan hanya karena kekuatan penyerang, tetapi juga karena kelemahan internalnya.

Roderick, Raja terakhir Visigoth

Roderick adalah raja Visigoth di Hispania antara tahun 710 dan 711 M. Ia dikenal luas sebagai “raja Goth terakhir” yang memerintah dari Toledo. Menurut Chronicle of Alfonso III, Roderick adalah putra Theodefred, cucu Raja Chindaswinth yang lahir pada tahun 687 M. Kenaikan takhtanya sangat diperdebatkan dan tidak mendapat dukungan penuh. Beberapa sejarawan percaya bahwa ia merebut takhta dari Achila, yang kemungkinan adalah putra dan penerus Witiza yang sah. Setelah kudeta, kerajaan terpecah menjadi dua faksi: Roderick menguasai bagian barat daya (Lusitania dan Carthaginiensis barat, termasuk Toledo), sementara Achila menguasai bagian timur laut (Tarraconensis dan Narbonensis). Kenaikan Roderick yang diperdebatkan dan perebutan takhta, menciptakan perpecahan internal di Kerajaan Visigoth. Ketidakmampuan Roderick untuk menyatukan kerajaan di bawah kepemimpinannya membuat ia tidak mendapat loyalitas penuh dari pasukannya.

Count Julian dari Ceuta

Count Julian adalah seorang penguasa lokal Kristen atau penguasa bawahan di Afrika Utara yang memainkan peran penting dalam penaklukan Umayyah di Hispania. Ia tercatat sebagai komandan di layanan Bizantium di Ceuta dan Tangier, yang kemudian tunduk kepada raja Visigoth Spanyol. Ceuta adalah kota di pantai Mediterania Afrika Utara, yang saat itu merupakan benteng Visigoth yang tidak tertaklukkan di dekat Tangier. Julian adalah gubernur atau “Komandan Septem”. Ia juga dilaporkan sebagai gubernur kota bernama Alchadra, yang terletak di sisi selat Andalus yang sama dengan Tangier. Sumber tertua yang ada yang menggambarkan Julian adalah Kitāb futuḥ misr wa akbārahā karya Ibn ‘Abd al-Hakam dari abad ke-9. Karya ini mengklaim bahwa Julian awalnya menentang penaklukan Muslim atas Maghreb, dan kemudian bergabung dengan penaklukan Umayyah atas Hispania.

Sebelum ekspansi besar-besaran tahun 711 M, pasukan Muslim dari Afrika Utara telah melakukan serangkaian serangan pengintaian di pantai selatan Iberia. Ekspedisi awal ini bertujuan untuk menguji pertahanan Visigoth dan mengumpulkan intelijen, serta mencari harta rampasan. Serangan-serangan ini menunjukkan bahwa Semenanjung Iberia bukan wilayah yang asing bagi Muslim, dan mereka telah menyadari adanya kelemahan di pemerintahannya. Pada saat yang sama, setelah puluhan tahun terpecah belah, suku-suku Berber di wilayah yang sekarang disebut Maroko dan Aljazair telah memeluk Islam dan bergabung dengan kekuatan militer Umayyah. Berber Muslim ini membentuk pasukan untuk invasi Iberia. Tariq ibn Ziyad sendiri adalah seorang Berber dan sebagian besar pasukannya terdiri dari pejuang Berber yang baru saja masuk Islam. Keahlian mereka dalam perang dan adaptasi terhadap kondisi lokal sangat penting bagi keberhasilan invasi ini.

Data yang ada dengan jelas menunjukkan dua kekuatan yang saling bertemu: kemunduran internal Kerajaan Visigoth dan misi untuk memperluas wilayah Kekhalifahan Umayyah. Perselisihan internal Visigoth menciptakan faktor yang menjadikan kerajaan itu target yang matang untuk intervensi. Secara bersamaan, Kekhalifahan Umayyah ingin terus-menerus menyebarkan agama islam dan mencari wilayah baru. Integrasi suku Berber ke dalam mesin militer Muslim menyediakan tenaga kerja yang diperlukan dan keahlian lokal. Dinamika ini menjelaskan keberhasilan cepat penaklukan Muslim, karena mereka menghadapi kerajaan yang sudah di ambang kehancuran dari dalam.

Peran Julian dalam Memfasilitasi Invasi Muslim

Menurut sumber-sumber Arab, Count Julian mendekati Tariq ibn Ziyad dan Musa ibn Nushair, Ia menawarkan bantuan jika ia menginvasi Iberia. Musa awalnya ragu-ragu dengan rencana Julian, sehingga pada Juli 710 M, ia mengarahkan Tarif ibn Malluk untuk melakukan misi pengintaian di sepanjang pantai Iberia. Julian bertindak sebagai pemandu dan utusan, mengatur agar Tarif disambut oleh orang-orang Kristen, mungkin kerabat, teman, dan sekutu Julian, yang setuju untuk bergabung dalam upaya memperebutkan takhta Visigoth. Julian kemudian mengirim pesan kepada Tariq, yang saat itu berada di Tlemsen, menawarkan untuk membawanya ke Andalus. Tariq, yang tidak mempercayai Julian sepenuhnya, meminta sandera. Julian mengirimkan kedua putrinya sebagai sandera untuk menjamin kepercayaannya.  

Salah satu bantuan paling konkret yang diberikan Julian adalah penyediaan empat kapal yang digunakan oleh Tariq untuk menyeberang ke Gibraltar. Kapal-kapal ini juga digunakan oleh Musa dalam ekspansi kedua. Penyeberangan ini terjadi pada sekitar 26 April 711 M, ketika pasukan Tariq ibn Ziyad, yang sebagian besar terdiri dari mualaf Berber, mendarat di Semenanjung Iberia. Orang-orang Andalus tidak menyadari penyeberangan ini, mengira kapal-kapal yang melintas adalah kapal dagang biasa. Selain bantuan logistik, Julian memberikan intelijen militer tentang kondisi Visigoth yang lemah dan perpecahan internal mereka. Faksi-faksi Visigoth yang tidak puas, terutama yang mendukung putra-putra Witiza yang digulingkan oleh Roderick, kemungkinan besar bersekutu dengan Julian dan melihat ekspansi Muslim sebagai cara untuk menggulingkan Roderick. Ini menunjukkan jaringan dukungan internal yang lebih luas yang dimanfaatkan oleh Julian.

Pasukan Muslim di bawah Tariq awalnya relatif kecil, berkisar antara 7.000 hingga 12.000 prajurit. Menghadapi sebuah kerajaan besar seperti Visigoth yang walaupun sedang terpecah belah, tetap menjadi tugas besar jika tanpa bantuan internal yang matang. Peran Julian dalam menyediakan kapal sangat penting secara logistik. Lebih penting lagi, bantuan intelijen dan koordinasinya dengan faksi-faksi Visigoth yang tidak puas dengan pemerintahan Roderick. Tindakan Julian mengubah ekspedisi penyerangan rahasia menjadi invasi skala penuh dengan kemungkinan keberhasilan yang tinggi. Tanpa bantuannya, penyeberangan Muslim mungkin akan jauh lebih sulit. Perannya ini menandai bagaimana perpecahan internal berpotensi untuk mengkhianati penguasa mereka sendiri yang dapat menjadi sangat penting dalam keberhasilan invasi asing.

Pertempuran Guadalete (711 M)

Tariq ibn Ziyad, seorang Berber dan Musa ibn Nushair, memimpin pasukan sekitar 7.000 pejuang Berber. Sumber lain menyebutkan 300 Arab dan 10.000 Berber, Tariq mendarat di tempat yang sekarang disebut Gibraltar (Jabal Tariq) pada April 711 M. Beberapa sumber menyebutkan bahwa Tariq membakar kapal-kapalnya setelah mendarat, sebuah tindakan simbolis untuk memotivasi pasukannya untuk maju atau binasa. Tariq dikenal sebagai prajurit yang luar biasa, jenderal yang brilian, dan seorang yang beriman dan bertekad kuat. Ia menerima bala bantuan 7.000 kavaleri di bawah komando Tarif ibn Malik Naqi.

Raja Roderick, yang saat itu sedang berkampanye di utara melawan Basque, mendengar ekspansi tersebut Roderick segera bergegas ke selatan. Ia mengumpulkan pasukan yang menurut sumber Arab berjumlah antara 40.000 hingga 100.000 orang. Namun, angka ini dianggap sangat tinggi dan mungkin jauh lebih rendah. Pertempuran ini dikenal sebagai Pertempuran Guadalete (atau La Janda, atau Syudzunah) berlangsung selama tujuh hari dan dimulai pada 19 Juli 711 M. Meskipun jumlahnya lebih sedikit, pasukan Muslim yang sebagian besar adalah kavaleri Berber, lebih unggul dalam bergerak. Mereka terlibat dalam serangkaian serangan cepat. Kavaleri Tariq, menyerbu infanteri Visigoth dan pasukan Kristen berhasil dikalahkan. Roderick terbunuh disaat waktu terakhir pertempuran. Kerugian Visigoth sangat tinggi, sementara Muslim kehilangan sekitar 3.000 orang (seperempat dari pasukan mereka).

Kematian Roderick membuka jalan bagi penaklukan atas ibukota Visigoth, Toledo. Toledo menyerah tanpa perlawanan. Setelah kemenangan ini, Tariq membagi pasukannya menjadi empat divisi untuk menaklukkan kota-kota lain seperti Cordoba dan Granada. Meskipun pasukan Tariq terampil dan menggunakan taktik yang efektif seperti serangan cepat dan mundur, adanya pengkhianatan dan pembelotan faksi Visigoth, melemahkan pasukan Roderick. Kecepatan dan ketegasan penaklukan Muslim setelah pertempuran ini dapat secara langsung dikaitkan dengan runtuhnya otoritas pusat dan perpecahan yang meluas di antara elit Visigoth.

Setelah Pertempuran Guadalete, Kerajaan Visigoth dengan cepat runtuh. Dalam beberapa tahun, Tariq dan Musa telah menaklukkan dua pertiga Semenanjung Iberia dari Visigoth. Musa ibn Nushair kemudian mendarat dengan pasukan tambahan dan menaklukkan kota-kota penting seperti Seville dan Zaragoza. Hanya Kerajaan Asturias kecil dan Basque yang tinggal di pegunungan yang tetap berada di luar kendali Muslim. Wilayah ini adalah wilayah baru yang disebut “Andalusia”, yang kemudian menjadi salah satu pusat peradaban di dunia. Pemerintahan Muslim di Andalusia ditandai oleh periode yang beragam dan penting, di mana Muslim, Kristen, dan Yahudi hidup berdampingan secara damai, dan kemajuan ilmiah, budaya terjadi. Serfdom dihapuskan, upah yang adil ditetapkan, dan pajak dikurangi bagi sebagian orang. Minoritas agama menerima perlindungan negara dan diizinkan berpartisipasi dalam pemerintahan.

Konflik antara pasukan bani Umayyah dan bangsa Visigoth pada Pertempuran Guadalete pada 711 M.
Konflik antara pasukan bani Umayyah dan bangsa Visigoth pada Pertempuran Guadalete pada 711 M. Source: worldhistory.org

Kesimpulan

Ekspansi Muslim ke Semenanjung Iberia pada tahun 711 M, yang dipimpin oleh Tariq ibn Ziyad, merupakan titik balik krusial dalam sejarah Eropa dan dunia Islam. Keberhasilan ekspansi ini tidak hanya disebabkan oleh kekuatan militer Muslim yang tangguh, tetapi dipengaruhi oleh kondisi internal Kerajaan Visigoth yang sangat rapuh, ditandai oleh perselisihan suksesi, faksionalisme bangsawan, dan ketidakpuasan yang meluas di kalangan penduduk. Peran Count Julian dari Ceuta, terbukti sangat penting dalam memfasilitasi penyeberangan Muslim dan memberikan dukungan strategis, baik karena motif pribadi maupun politik yang kompleks. Tindakannya mengubah menjadi invasi skala penuh yang berhasil. Pertempuran Guadalete, yang menandai kekalahan telak Raja Roderick dan kematiannya, adalah hasil dari kombinasi taktik militer Muslim yang efektif dan pembelotan internal yang melemahkan pasukan Visigoth, yang pada dasarnya merupakan implosi politik.

Ekspansi ini mengakhiri kekuasaan Visigoth dan mengantarkan era baru Andalusia, sebuah periode panjang pemerintahan Muslim yang membawa kemajuan dalam ilmu pengetahuan, budaya, dan toleransi beragama, meskipun juga disertai perubahan sosial dan politik yang mendalam bagi penduduk lokal. Peristiwa tahun 711 M ini bukan sekadar penaklukan militer, melainkan hasil dari krisis internal Visigoth dan ambisi ekspansionis Umayyah membentuk babak baru dalam sejarah Iberia.

Bibliografi

Britannica.com. “Muslim Spain.”

Collins, Roger. The Arab Conquest of Spain, 710–797. Blackwell, 1989.

E-Anthropology.com. “Military Organization of Visigothic Kingdom.”

EBSCO Research Starters. “Tārik Crosses into Spain.”

Factmonster.com. “Roderick.”

Fletcher, Richard. Moorish Spain. University of California Press, 1992.

Fordham University. “Medieval Sourcebook: Ibn Abd-el-Hakem: The Islamic Conquest of Spain.”

Gertitashkomd.com. “Long Background to the Muslim Invasion of Iberia (Before 711).”

Glick, Thomas F. “Islamic and Christian Spain in the Early Middle Ages.” Comparative Studies in Society and History 16, no. 1 (1974): 37–54.

Historymedieval.com. “The Umayyad Caliphate Invasion of Spain.”

Historyofislam.com. “The Conquest of Spain.”

Ibn Abd al-Hakam. The History of the Conquest of Egypt, North Africa, and Spain. Translated by Charles Torrey, 1922.

ISI.org. “The Islamic Warriors’ Destruction of a Nascent Civilization: The Catholic Kingdom of the Visigoths in Spain A.D. 589–711.”

Kennedy, Hugh. Muslim Spain and Portugal: A Political History of al-Andalus. Routledge, 1996.

Magers & Quinn Booksellers. “Julian, Count of Ceuta.”

Manchesterhive.com. “The legitimising role of war.”

Menocal, María Rosa. The Ornament of the World: How Muslims, Jews, and Christians Created a Culture of Tolerance in Medieval Spain. Little, Brown and Company, 2002.

Middleeasteye.net. “The fate of the Moriscos: The last remnants of Islam in Spain after the Reconquista.”

Morocco World News. “Tariq Ibn Ziyad: The Great Debate, Moroccan or Algerian?”

New World Encyclopedia. “Umayyad conquest of Hispania.”

Researchgate.net. “The Conquest of Spain by Muslim Forces and its Historical Context.”

Storiespreschool.com. “The Battle of Guadalete.”

The Chronicle of 754.

Watt, W. Montgomery, and Pierre Cachia. A History of Islamic Spain. Edinburgh University Press, 1965.

Baca juga: Sang Elang: Abbas Ibnu Firnas, Penerbang Pertama di langit Andalusia

Loading

Tagged:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *