Home / Tokoh / Sang Elang: Abbas Ibnu Firnas, Penerbang Pertama di langit Andalusia

Sang Elang: Abbas Ibnu Firnas, Penerbang Pertama di langit Andalusia

Langit selalu memikat imajinasi manusia. Kebebasan burung melayang di angkasa, menari bersama angin, telah menjadi sumber inspirasi dan kerinduan tak terperi sepanjang sejarah. Jauh sebelum teknologi modern memungkinkan kita menembus awan dengan mudah, seorang cendekiawan Muslim di jantung Andalusia abad ke-9, Abu al-Qasim Abbas ibn Firnas ibn Wirdas al-Takurini, berani menerjemahkan impian tersebut menjadi sebuah upaya nyata. Dikenang sebagai penyair, matematikawan, insinyur, dan penemu ulung, Ibnu Firnas juga tercatat dalam sejarah sebagai salah satu pionir yang mencoba menaklukkan angkasa, membuatnya layak dijuluki “Sang Elang dari Kordoba.” Namun, sejauh mana keberhasilan dan akurasi catatan sejarahnya masih menjadi perbincangan menarik hingga kini.

Abbas Ibnu Firnas, ilmuwan Serba Bisa dari Kordoba

Lahir pada tahun 810 M di Ronda, Andalusia (Spanyol sekarang), Abbas Ibnu Firnas tumbuh dan berkarya di Kordoba, pusat peradaban dan ilmu pengetahuan di Andalusia pada masa Kekhalifahan Umayyah. Ia bukan hanya seorang pemimpi, tetapi seorang polimatik sejati yang menguasai beragam disiplin ilmu. Namanya harum sebagai penyair yang fasih, musisi yang piawai, ahli matematika yang cemerlang, astronom yang tekun, dan seorang insinyur dengan inovasi yang melampaui zamannya.

Kecemerlangan Ibnu Firnas tidak terbatas pada teori penerbangan. Ia juga dikenal atas berbagai penemuan penting lainnya yang menunjukkan keluasan pengetahuannya. Beberapa di antaranya adalah teknik pembuatan kaca bening dari pasir (kaca tak berwarna), pengembangan lensa korektif untuk membantu penglihatan, jam air yang canggih yang dikenal sebagai “Al-Maqata”, bola armiler untuk memodelkan pergerakan benda langit, dan proses peleburan kuarsa. Atmosfer intelektual Kordoba yang dinamis pada masa itu, yang didukung oleh para penguasa yang mencintai ilmu, menjadi lahan subur bagi berkembangnya pemikiran dan eksperimen Ibnu Firnas.

Eksperimen Penerbangan yang Melegenda

Dorongan terbesar Ibnu Firnas untuk terbang datang dari pengamatannya terhadap alam, khususnya cara burung terbang dengan begitu mudahnya. Ada yang berpendapat bahwa inspirasinya juga datang dari perenungan ayat Al-Qur’an, khususnya Surat An-Nahl ayat 79, yang berbunyi: “Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang dimudahkan terbang di angkasa bebas. Tidak ada yang menahannya selain daripada Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang beriman”. Ayat ini diyakini telah menyulut percikan di benaknya untuk melakukan upaya terbang pertama pada tahun 852 M.

Monumen yang mengilustrasikan Abbas Ibnu Firnas dengan peralatan terbangnya di Mall Ibnu Battuta, Dubai. Source: Wikimedia Commons

Percobaan Pertama (852 M)

Menurut beberapa catatan, termasuk yang dipopulerkan dalam narasi “1001 Inventions” dan tulisan Azhar Yousuf, Ibnu Firnas melakukan percobaan terbang pertamanya dengan melompat dari menara Masjid Agung Kordoba. Ia dikisahkan membungkus dirinya dengan jubah longgar yang diperkuat dengan bilah-bilah kayu. Meskipun upaya ini tidak berhasil membuatnya terbang, jubah tersebut berfungsi memperlambat jatuhnya, sehingga ia hanya mengalami luka ringan. Beberapa pihak menafsirkan kejadian ini sebagai salah satu contoh paling awal dari upaya lompat parasut. Dari kegagalan ini, Ibnu Firnas menyadari pentingnya mekanisme kontrol dan, menurut Yousuf, peran ekor dalam pendaratan.

Persiapan dan Percobaan Kedua (sekitar 875 M)

Tak patah arang, Ibnu Firnas menghabiskan lebih dari dua belas tahun berikutnya untuk mempelajari secara mendalam mekanisme terbang burung. Ia mengamati bagaimana burung menggunakan sayap untuk menghasilkan daya angkat dan dorong, serta peran penting ekor dan sayap yang bekerja bersama untuk pendaratan yang lambat dan terkontrol.

Untuk percobaan keduanya, yang dilakukan sekitar tahun 875 M ketika usianya mendekati 70 tahun, Ibnu Firnas merancang sebuah alat terbang yang lebih canggih. Alat ini terbuat dari material ringan yang tersedia saat itu, seperti rangka kayu, sutra, bulu-bulu (disebutkan bulu elang atau nasar), dan kemungkinan bambu. Bentuknya menyerupai kostum burung dengan sayap besar yang bisa digerakkan.

Percobaan kedua ini dilakukan dari sebuah bukit bernama Jabal al-Arus (atau disebut juga sebuah eminensia) di daerah Rusafa, pinggiran Kordoba. Peristiwa ini disaksikan oleh kerumunan besar, termasuk para pejabat istana Khalifah Muhammad I. Sebelum meluncur, Ibnu Firnas dikabarkan memberikan pidato, menjelaskan rencananya untuk terbang dengan menggerakkan sayapnya ke atas dan ke bawah, layaknya burung.

Menurut catatan yang mendukung keberhasilannya, Ibnu Firnas berhasil terbang atau melayang di udara selama sekitar sepuluh menit. Para saksi mata dilaporkan berkomentar bahwa ia terbang seperti makhluk berbulu, laksana burung. Salah satu penyair istana, Mu’min ibn Said, yang menjadi saksi, mengabadikan peristiwa ini dalam puisinya, menyatakan bahwa Ibnu Firnas “Terbang lebih cepat dari burung feniks dalam penerbangannya ketika ia membalut tubuhnya dengan bulu burung nasar”.

Namun, pendaratannya kembali menjadi masalah. Ia jatuh cukup keras dan mengalami cedera pada punggung atau tulang belakangnya. Kegagalan pendaratan ini dikaitkan dengan ketiadaan ekor pada alat terbangnya, suatu komponen yang ia sadari krusial untuk stabilitas dan pendaratan yang aman, sebagaimana pada burung.

Warisan dan Pengakuan Sang Visioner Andalusia

Terlepas dari perdebatan mengenai detail dan tingkat keberhasilan penerbangannya, Abbas Ibnu Firnas tetaplah sosok yang menginspirasi. Keberaniannya untuk bereksperimen dan mencoba mewujudkan gagasan yang tampak mustahil pada zamannya patut diacungi jempol. Ada beberapa catatan yang menunjukkan bahwa upayanya mungkin telah menginspirasi percobaan-percobaan serupa di masa-masa berikutnya, seperti yang dilakukan oleh Jauhari di Nishapur (abad ke-11) dan Eilmer dari Malmesbury di Inggris (abad ke-11). Beberapa pengamat, seperti Azhar Yousuf, juga melihat kemiripan antara konsep mesin terbang Ibnu Firnas dengan gambar-gambar ornithopter karya Leonardo da Vinci berabad-abad kemudian.

Mengenai mengapa namanya sempat kurang dikenal dalam sejarah aviasi Barat, beberapa alasan diajukan. Karya al-Maqqari yang mengumpulkan bukti pencapaiannya baru diterjemahkan lebih dari 200 tahun setelah ditulis. Selain itu, penghancuran banyak perpustakaan besar di dunia Islam, seperti Perpustakaan Al-Hakam II di Kordoba dan Baitul Hikmah di Baghdad, menyebabkan hilangnya banyak manuskrip berharga. Ada juga dugaan bahwa banyak naskah Arab yang diterjemahkan ke bahasa-bahasa Eropa kemudian dikutip tanpa menyebutkan sumber aslinya.

Namun, dunia modern mulai memberikan pengakuan yang layak bagi Abbas Ibnu Firnas. Namanya diabadikan sebagai nama kawah di bulan (“Ibn Firnas Carter”) oleh Persatuan Astronomi Internasional pada tahun 1976. Sebuah jembatan megah yang melintasi Sungai Guadalquivir di Kordoba, Andalusia, dinamai “Jembatan Abbas Ibn Firnás” pada tahun 2011. Patung dirinya yang gagah dengan sayap terpasang juga didirikan di dekat bandara internasional Baghdad, Irak. Bahkan, sebuah maskapai penerbangan sewaan di Inggris menggunakan namanya. Penghargaan ini menjadi bukti bahwa dunia mengakui keberanian dan visi Ibnu Firnas.

Kesimpulan: Sang Elang yang Tetap Menginspirasi

Abbas Ibnu Firnas adalah personifikasi dari semangat keingintahuan, inovasi, dan keberanian yang mekar di Andalusia pada Zaman Keemasan Islam. Apakah ia benar-benar “terbang” selama sepuluh menit, atau hanya berhasil meluncur beberapa saat, atau bahkan sekadar memperlambat jatuhnya, esensinya tidak banyak berubah. Upayanya adalah sebuah loncatan imajinasi dan tindakan nyata yang tercatat sebagai salah satu episode paling awal dan paling berani dalam sejarah panjang obsesi manusia untuk menaklukkan langit.

Figurnya mengingatkan kita akan kontribusi besar peradaban Islam dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, sebuah warisan yang patut dibanggakan, meskipun setiap narasi sejarah populer perlu selalu disikapi dengan kacamata kritis. Bagi banyak orang, Abbas Ibnu Firnas, sang elang dari Kordoba, akan selalu dikenang sebagai simbol keberanian intelektual dan pionir yang berani bermimpi setinggi langit. Azhar Yousuf dalam kesimpulannya bahkan menyatakan, “Tidak diragukan lagi, ia layak disebut sebagai ‘Bapak Aviasi'”, atau setidaknya, “ia layak mendapatkan tempat terhormat dalam sejarah aviasi”.

Bibliografi

Brentjes, Sonja. Review of “1001 Inventions: The Enduring Legacy of Muslim Civilization edited by Salim T. S. al-Hassani.” Aestimatio: Critical Reviews in the History of Science 10 (2013): 119-153.

Edis, Taner, and Amy Sue Bix. “Flights of Fancy: The 1001 Inventions Exhibition and Popular Misrepresentations of Medieval Muslim Science and Technology.”

Yousuf, Azhar. “First Aviator: Abbas Ibn Firnas.” Preprint, Juli 2023.

Baca artikel menarik lainnya: Umar bin Abdul Aziz: Figur Ideal Pemimpin Muslim dalam Lintasan Sejarah

Loading

Tagged:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *