Di bawah jalanan ramai Mexico City modern, terbaring reruntuhan sebuah metropolis kuno yang agung. Sebuah kota yang dibangun di atas air, ibu kota dari peradaban terakhir yang dominan di Mesoamerika sebelum dunia berubah selamanya. Mereka adalah bangsa Aztek, sebuah nama yang membangkitkan citra emas, kuil-kuil piramida yang menjulang, dan ritual pengorbanan manusia yang mengerikan.
Selama hampir satu abad, Kekaisaran Aztek menguasai sebagian besar Meksiko tengah. Mereka adalah insinyur ulung, astronom yang teliti, pejuang yang ganas, dan seniman yang saleh. Namun, peradaban mereka, yang berpusat pada pemujaan matahari dan darah, runtuh secara dramatis hanya dalam dua tahun setelah kontak pertama dengan para conquistador Spanyol.
Ini adalah kisah tentang bangsa Aztek: bagaimana mereka bangkit dari suku pengembara yang terbuang menjadi penguasa absolut, bagaimana mereka membangun kota mustahil di tengah danau, dan bagaimana takdir mereka ditentukan oleh dewa, penyakit, dan baja.
Siapa Sebenarnya Bangsa Aztek?
Nama “Aztek” sebenarnya adalah istilah modern yang kita gunakan. Istilah ini merujuk pada Aztlan, tanah air mitologis mereka di utara Meksiko. Mereka sendiri menyebut diri mereka sebagai Mexica (diucapkan Me-shi-ka).
Menurut legenda mereka, bangsa Mexica adalah suku terakhir dari tujuh suku berbahasa Nahuatl yang bermigrasi ke selatan menuju Lembah Meksiko. Mereka tiba sebagai pengembara yang miskin dan tidak memiliki tanah. Suku-suku yang lebih kuat yang telah lama menetap di lembah subur itu memandang rendah mereka. Bangsa Mexica terusir dari satu tempat ke tempat lain; mereka terusir dari bukit Chapultepec dan kemudian diusir dari Tizapan setelah mengorbankan putri penguasa lokal dan seorang pendeta mengenakan kulitnya.
Terpojok dan terbuang, para pendeta Mexica mengumumkan sebuah nubuat dari dewa pelindung mereka, Huitzilopochtli, dewa perang dan matahari. Dewa mereka memerintahkan mereka untuk membangun kota besar di tempat mereka melihat seekor elang bertengger di atas kaktus nopal, sambil mencengkeram seekor ular.
Pada tahun 1325 M, di sebuah pulau berlumpur kecil di tengah Danau Texcoco yang payau, mereka akhirnya menyaksikan pemandangan yang dinubuatkan itu. Di sanalah mereka mendirikan ibu kota mereka yang megah: Tenochtitlan, yang berarti “Tempat Kaktus Nopal di Atas Batu”. Visi elang di atas kaktus ini begitu kuat sehingga tetap menjadi simbol utama di bendera Meksiko modern.
Tenochtitlan: Kota Ajaib di Atas Danau
Apa yang dimulai sebagai sekelompok gubuk di atas rawa, dalam waktu kurang dari 200 tahun, berubah menjadi salah satu kota terbesar dan paling terorganisir di dunia. Ketika Hernรกn Cortรฉs tiba pada tahun 1519, Tenochtitlan diperkirakan memiliki populasi lebih dari 150.000 jiwa, lebih besar dari London, Paris, atau Sevilla pada masa itu.

Kota ini adalah keajaiban teknik hidrolik, sebuah Venesia di Dunia Baru. Karena dibangun di atas danau, bangsa Mexica harus merekayasa lingkungan mereka untuk bertahan hidup dan berkembang.
- Chinampas: Untuk bertani, mereka menciptakan “taman terapung” yang disebut chinampas. Mereka menancapkan tiang-tiang ke dasar danau, membuat petak-petak persegi panjang, dan mengisinya dengan lumpur subur dari dasar danau. Di atas lahan buatan yang sangat subur inilah mereka menanam jagung, kacang-kacangan, dan sayuran yang memberi makan kota.
- Jalan Lintas dan Bendungan: Tiga jalan lintas utama yang ditinggikan menghubungkan pulau itu ke daratan. Yang lebih mengesankan lagi adalah bendungan (dike) raksasa, seperti Bendungan Nezahualcoyotl, yang dibangun untuk memisahkan air asin Danau Texcoco dari perairan tawar yang mengelilingi chinampas kota.
- Saluran Air (Aqueduct): Air minum bersih dialirkan ke kota dari mata air di daratan, terutama dari Chapultepec, melalui saluran air kembar yang dibangun dengan cermat. Sistem ganda ini memungkinkan satu saluran dibersihkan sementara yang lain tetap berfungsi.
Di pusat kota yang ramai ini berdiri Templo Mayor (Kuil Agung). Ini bukanlah satu kuil, melainkan piramida kembar raksasa. Satu kuil didedikasikan untuk Huitzilopochtli (dewa matahari dan perang yang kering) dan yang lainnya untuk Tlaloc (dewa hujan dan air yang basah). Dualitas ini (api dan air, perang dan kesuburan) adalah inti dari pandangan dunia Aztek. Kuil ini adalah pusat fisik dan kosmik dari alam semesta mereka, perwujudan dari konsep Altepetl (“Gunung Air”), yang merupakan istilah Nahuatl untuk “negara-kota”.
Struktur Masyarakat: Dari Tlatoani Hingga Budak
Masyarakat Aztek sangat terstratifikasi, terbagi menjadi dua kelas utama: kaum bangsawan (Pipiltin) dan rakyat jelata (Macehualtin).
Di puncak segalanya adalah sang kaisar, Huehuetlatoani (“Pembicara Agung”). Dia adalah penguasa absolut, panglima tertinggi, dan pendeta tertinggi yang dianggap sebagai wakil dewa di bumi. Penguasa paling terkenal yang ditemui Spanyol adalah Moteuczoma II (Montezuma).
1. Pipiltin (Bangsawan)
Mereka adalah sekitar 5% dari populasi. Para bangsawan bertugas sebagai administrator pemerintahan, jenderal militer, hakim, dan pendeta tinggi. Mereka memiliki hak istimewa untuk memiliki tanah secara pribadi, mengenakan pakaian katun yang mewah dan hiasan bulu, serta tinggal di rumah-rumah besar bertingkat. Pendidikan untuk anak-anak bangsawan berlangsung di sekolah elit yang disebut Calmecac, di mana mereka belajar agama, tulisan (piktograf), astronomi, dan seni pemerintahan.
2. Macehualtin (Rakyat Jelata)
Ini adalah mayoritas populasi, terdiri dari petani, pengrajin, dan prajurit berpangkat rendah. Rakyat jelata tidak memiliki tanah secara pribadi; sebaliknya, mereka tergabung dalam unit keluarga besar yang disebut calpolli, yang secara kolektif mengelola sebidang tanah komunal. Anak-anak mereka bersekolah di Telpochalli, di mana fokusnya adalah pada pelatihan militer dan keterampilan praktis.
3. Pochteca (Pedagang)
Di antara bangsawan dan rakyat jelata, ada kelas pedagang jarak jauh yang unik dan kuat yang disebut pochteca. Mereka mengorganisir karavan besar ke wilayah-wilayah jauh untuk memperdagangkan barang-barang mewah seperti bulu burung quetzal, giok, dan kakao. Mereka sering bertindak sebagai mata-mata untuk kekaisaran dan bisa menjadi sangat kaya, meskipun mereka harus berhati-hati agar tidak memamerkan kekayaan mereka secara berlebihan agar tidak menyinggung para bangsawan.
4. Tlacotin (Budak)
Di bagian paling bawah adalah para budak. Namun, perbudakan Aztek sangat berbeda dari perbudakan Eropa. Itu bukanlah kondisi rasial atau turun-temurun; anak-anak budak dilahirkan sebagai orang bebas . Seseorang bisa menjadi budak karena hutang judi, melakukan kejahatan, atau bahkan menjual diri mereka sendiri (atau anak-anak mereka) pada masa kelaparan untuk bertahan hidup. Budak dapat memiliki properti, memiliki budak mereka sendiri, dan dapat membeli kebebasan mereka. Menariknya, Kaisar Itzcoatl, salah satu kaisar terbesar Aztek, adalah putra seorang wanita budak.
Kosmos Aztek: Persembahan untuk Matahari Kelima
Agama mendominasi setiap aspek kehidupan Aztek. Mereka adalah politeis yang menyembah ratusan dewa, banyak di antaranya “diadopsi” dari peradaban taklukkan seperti Maya dan Toltek.
Inti dari kosrologi mereka adalah mitos Lima Matahari. Bangsa Aztek percaya bahwa alam semesta telah melewati empat siklus (atau “Matahari”) sebelumnya, yang masing-masing berakhir dengan bencana:
- Matahari Pertama: Dihancurkan oleh jaguar.
- Matahari Kedua: Dihancurkan oleh angin.
- Matahari Ketiga: Dihancurkan oleh hujan api.
- Matahari Keempat: Dihancurkan oleh banjir besar .
Mereka percaya bahwa mereka hidup di era Matahari Kelima (disebut Nahui-Ollin), yang diciptakan oleh para dewa di kota kuno Teotihuacรกn. Menurut mitos, setelah para dewa menciptakan matahari baru, matahari itu tidak mau bergerak. Matahari itu menuntut pengorbanan agar memiliki energi untuk melintasi langit. Para dewa pun mengorbankan diri mereka sendiri, menumpahkan darah mereka agar matahari dapat bergerak.
Dari sinilah muncul keyakinan utama Aztek: jika para dewa mengorbankan diri untuk menciptakan dunia, maka manusia memiliki “hutang darah” yang suci. Mereka percaya bahwa Huitzilopochtli (dewa matahari) membutuhkan makanan harian berupa chalchihuatl (darah manusia). Tanpa itu, matahari akan berhenti bergerak, kegelapan akan turun, dan Matahari Kelima akan berakhir dalam serangkaian gempa bumi dahsyat.
Pengorbanan manusia, oleh karena itu, bukanlah kekejaman yang sembrono; itu adalah tugas suci untuk menjaga kelangsungan alam semesta. Sebagian besar korban adalah tawanan perang. Metode yang paling umum adalah ritual di puncak Templo Mayor, di mana jantung korban akan dicabut dengan pisau obsidian dan dipersembahkan kepada matahari. Ritual lain termasuk menenggelamkan anak-anak untuk Tlaloc (dewa hujan) atau ritual gladiator.
Takdir Sebuah Kekaisaran: Penaklukan Spanyol
Pada tahun 1519, kehidupan di Tenochtitlan berada di puncaknya. Namun di seberang lautan, takdir mereka sedang ditulis. Hernรกn Cortรฉs mendarat di pantai Meksiko dengan sekitar 500 tentara, 16 kuda, dan beberapa meriam.
Secara kebetulan yang luar biasa, tahun 1519 dalam kalender Aztek adalah “1 Reed,” tahun yang sama ketika dewa Quetzalcoatl (Ular Berbulu) diramalkan akan kembali dari timur. Kaisar Moteuczoma II, seorang pemimpin yang religius dan percaya takhayul, ragu. Apakah Cortรฉs seorang manusia, atau dewa yang kembali?

Keraguan ini berakibat fatal. Moteuczoma menyambut Cortรฉs dan anak buahnya masuk ke jantung Tenochtitlan sebagai tamu terhormat. Cortรฉs dengan cepat memanfaatkan situasi ini, menyandera Moteuczoma di istananya sendiri.
Keruntuhan Kekaisaran Aztek yang perkasa terjadi dengan sangat cepat, didorong oleh tiga faktor utama:
- Aliansi: Bangsa Aztek adalah penguasa yang kejam. Sistem upeti mereka menindas puluhan negara-kota di sekitar mereka. Cortรฉs dengan cerdik mengeksploitasi kebencian ini. Dia membentuk aliansi besar dengan musuh bebuyutan Aztek, terutama bangsa Tlaxcallan, yang menyediakan puluhan ribu prajurit untuk membantunya.
- Penyakit: Senjata paling mematikan Spanyol bukanlah meriam, melainkan kuman. Wabah cacar (penyakit yang belum pernah ada di Dunia Baru) melanda Tenochtitlan. Penyakit ini membunuh ribuan orang, termasuk kaisar baru Cuitlรกhuac, dan melumpuhkan perlawanan kota .
- Pengepungan: Setelah terusir dari kota dalam peristiwa Noche Triste (Malam Kesedihan), Cortรฉs kembali dengan sekutu barunya pada tahun 1521. Dia melancarkan pengepungan brutal, memutus saluran air dan pasokan makanan.
Setelah pertempuran jalanan yang sengit dari rumah ke rumah, Tenochtitlan yang hancur dan dilanda kelaparan akhirnya jatuh pada 13 Agustus 1521. Kaisar terakhirnya, Cuauhtรฉmoc, ditangkap, dan peradaban Aztek berakhir.
Warisan yang Menolak Mati
Spanyol menghancurkan Templo Mayor dan membangun katedral mereka di atasnya; mereka mengeringkan danau dan mendirikan Mexico City di atas reruntuhan Tenochtitlan.
Namun, peradaban Aztek tidak sepenuhnya mati. Di bawah pemerintahan Spanyol, kota pribumi tetap hidup. Empat distrik besar Tenochtitlan (parcialidades) tetap ada, diperintah oleh gubernur pribumi mereka sendiri (gobernador) selama berabad-abad. Bahasa Nahuatl masih dituturkan oleh jutaan orang. Makanan yang mereka kembangkan (jagung, alpukat, tomat, dan cokelat) menjadi bagian tak terpisahkan dari warisan dunia.
Dan di jantung Mexico City, simbol yang mengawali semuanya (elang di atas kaktus) tetap bertahan, menjadi pengingat abadi akan peradaban darah dan matahari yang pernah menguasai dunia itu.
Bibliografi
Aguilar-Moreno, Manuel. (2007). Handbook to Life in The Aztec World. Oxford: Oxford University Press.
Bauer, Pat. (2020). Aztec Religion. Diakses pada 9 Oktober 2023.
Captivating History. (2018). Aztec History: A Captivating Guide to the Aztec Empire, Mythology, and Civilization.
Lockhart, James. (1992). The Nahuas After the Conquest: A Social and Culture History of The Indians of Central Mexico, Sixteenth through Eighteenth Centuries. Redwood City: Stanford University Press.
Miftakhuddin. (2023). Sejarah Dunia Lengkap: Dari Masa Peradaban Kuno hingga Modern. Yogyakarta: Penerbit Anak Hebat Indonesia.
Mundy, Barbara E. (2015). The Death of Aztec Tenochtitlan, The Life of Mexico City. Austin: University of Texas Press.
Noguera, Eduardo. (1974). Occupation Sites of the Periphery of Tenochtitlan. Annals of Anthropology.
Schroeder, Susan. (1999). Indian Women of Early Mexico. Norman: University of Oklahoma Press.
Smith, Michael E. (1986). The Role of Social Stratification in the Aztec Empire: A View from the Provinces. American Anthropolgist.
Smith, Michael E. (2008). Aztec City-State Capitals. Gainesville: University Press of Florida.
Wauchope, Robert. (2015). Handbook of Middle American Indians: Vol. 10 and 11. Austin: University of Texas.
Baca artikel menarik lainnya: Dari Ladang ke Pabrik: Awal Revolusi Industri Inggris yang Mengguncang Peradaban Manusia
![]()














